Monday, May 30, 2011

Saung Berkah Kelapa Dua, Rumah Makan Baru Di Daerah Kampus Gunadarma, Kelapa Dua

16 Mei 2011

Seusai Magrib, saya dan Angga ingin makan malam bersama. Angga bilang dirumahnya tidak ada makan malam, begitu pun dengan saya. Saya janjian di pertigaan Pasar Palsigunung sekitar pukul 18.45.

Pada saat itu, kami juga bingung akan makan dimana. Angga hanya ingin makan “berat”, berbeda dengan saya yang hanya ingin makan roti bakar. Awalnya, kami ingin ke Roti Bakar Edi, tapi karena malas menyeberang jembatan di Gerbatama UI, akhirnya saya mengusulkan untuk makan di rumah makan yang baru saja buka di depan Kampus Gunadarma yang baru. 


Sekitar pukul 19.15, kami sampai di rumah makan Saung Berkah Kelapa Dua. Suasana di rumah makan tersebut tidak terlalu ramai, namun tidak sepi juga. Eksterior maupun interior bangunannya, didominasi oleh bambu. Saya dan Angga memilih tempat yang “lesehan”. 




Lalu kami disambut dengan keramahan seorang wanita yang menawarkan menu makanan kepada kami. Angga makan ayam bakar, tahu, tempe dan lalapan  plus minum es jeruk (Rp19.000,00) sedangkan saya makan roti bakar yang di dalamnya berisi pisang, keju dan susu coklat  plus minum air mineral (Rp13.000,00). 



Menurut saya, suasana di dalamnya lumayan nyaman, akan tetapi, di depan pintu masuk, kurang pepohonan atau tanaman-tanaman yang multi fungsi tentunya. Mengingat lokasi rumah makan yang sangat dekat dengan jalan, tanaman tersebut dapat dijadikan penyaring polusi dan peredam suara bising yang berasal dari jalan raya. Selain itu, kesan teduh akan semakin terasa dan melengkapi dominasi bambu di rumah makan tersebut.

Sehabis makan, seperti biasa kami berbincang sebentar dan pulang sekitar pukul 20.30.  Alhamdulillah :) 

Thursday, May 19, 2011

Lomba Masak Kreasi Gado-gado Betawi

Pada tanggal 11-13 Februari 2010, Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia menggelar acara UI Bookfest 2010. Dari seluruh rangkaian acara, terdapat satu acara, yaitu Lomba Masak Kreasi Gado-gado Betawi. PJ acara lomba masak ini, yaitu sahabat saya sendiri, Aditya Soleha. Saya biasa panggil Adit atau Dede.

Sesuai dengan tema besar UI Bookfest 2010, yaitu “read the book, save the heritage”, yang kental akan pelestarian budaya Indonesia, menu lomba masak yang dipilih pun masakan khas Indonesia. Menu ini dipilih oleh Adit sendiri, karena gado-gado Betawi menjadi salah satu makanan yang paling representatif.


Gado-gado? Saya sendiri kurang suka dengan makanan ini, tetapi kalau dipikir lagi, gado-gado itu rasanya bisa campur aduk, tapi tetep enak yaa. Maksudnya campur aduk, ada rasa manis, asin, asam dan pedas. Coba deh perhatiin bahan dan bumbu-bumbunya. Bahan-bahan dari gado-gado, ada bayam, kol, tauge, labu siam yang di rebus, kentang, ketimun, tahu, tempe, telur rebus. Bumbunya terdiri dari cabai merah atau rawit, bawang, air asam, gula merah, garam, terasi, kacang tanah/ kacang mede dan jeruk limau. Cara memasaknya bahan-bahannya direbus, lalu ditiriskan, lalu buat bumbu kacangnya. Selanjutnya aduk rata semuanya, sajikan dengan pelengkap seperti bawang goreng dan kerupuk/ emping. Kesemuanya disesuaikan selera masing-masing. (Correct Me If I’m Wrong. Penulis juga manusia :p)

Kembali lagi ke acara Lomba Masak Kreasi Gado-gado Betawi, awalnya lomba ini diadakan di luar gedung, karena cuaca mendung, panitia tidak ingin mengambil resiko yang lebih besar ketika tiba-tiba hujan turun. Akhirnya, semua meja lomba dan peralatan lainnya dipindahkan ke dalam kedung IX FIB UI. Saat saya sedang sibuk membatu teman lainnya mempersiapkan peralatannya, dua sahabat saya Indah dan Tieka sudah duduk manis menunggu saya. Indah adalah salah satu peserta lomba ini. Senangnyaa melihat mereka datang. Peserta yang lain belum datang karena saat itu masih sangat pagi, yaitu pukul 07.00. 
 
Sekitar pukul 10.00, sudah terdapat 10 peserta lomba. Sembilan peserta adalah perempuan dan satu peserta laki-laki. Satu laki-laki “tangguh” yang memiliki nama sama dengan PJ lomba, yaitu Adit . Good job, Dit! 


Setelah mereka berlomba, masuk ke tahap penjurian. Juri dari acara ini adalah pemilik Restosan Gado-gado Boplo yang sudah dikenal masyarakat luas dan salah satu wartawati dari Tabloid NOVA. Akhirnya perlombaan ini dimenangkan oleh seorang Ibu, yang ternyata adalah penjual gado-gado di Kansas (Kantin Sastra UI). Ya jelas sajaaaa… 


 
Sehabis penjurian, semua gado-gado ludes dimakan oleh penonton dan panitia yang memang sudah “ngincer” sejak awal. Alhamdulillah semua senang dan menutup lomba masak tersebut dengan rasa syukur. Hujan pun turun tepat setelah lomba masak. Alhamdulillah. 



 Terima kasih untuk seluruh panitia UI Bookfest, peserta, sponsor dan pengunjung. Ini hanya sedikit cerita dari banyaknya cerita seputar UI Bookfest 2010.

Tuesday, May 10, 2011

Perjalanan Mencari Curug Di Lembang, Bandung Barat


Sejak hari Jumat, tanggal 12 November 2010, saya dan Lia sudah merencanakan untuk pergi ke suatu tempat. Hal ini penting, karena kami sedang sangat jenuh dengan pekerjaan kami. Jumat sore, saya, Lia, Angga, Thian, Indah dan Ibnu sepakat untuk jalan-jalan ke Bandung. Tujuan kami ke Boscha dan Curug Cimahi.

13 November 2010
Indah dan saya janjian untuk bertemu jam 6 pagi. Saat itu, kami langsung meluncur ke pengisian bensin di depan Graha Fernando, Kelapa Dua untuk menunggu Thian dan Ibnu menjemput. Tidak lama kemudian, mereka datang. Ternyata mereka tidak berdua, melainkan ada si Ramdhan alias P.Man. Kami langsung meluncur ke tempat Lia menunggu kami. Perjalanan saat itu kurang lancar, karena padatnya kendaraan ke arah Bandung.

Sekitar jam 10, kami sampai di Bandung, kami sempat mampir ke ITB hanya untuk mengantar Thian dan Ibnu buang air. (capeee deehh) :p Selanjutnya, kami bertemu Angga. Alhamdulillah Angga membawa Brownies Amanda, habislah brownies itu dengan cepat dilahap oleh kami yang kelaparan. :D 
 
Sekitar jam 11, kami sampai di Boscha. Waw, ternyata teropongnya besar sekali. Menurut pemandu di sana, berat teropong tersebut sampai 17 ton atau 4 gajah dewasa. Setelah mendengarkan presentasi pemandu di ruangan teropong, kami lanjut ke ruangan lainnya yang menyajikan presentasi dengan materi yang tidak jauh berbeda, yaitu mengenai astronomi. 




Setelah solat dzhuhur, kami berencana makan terlebih dahulu sebelum lanjut ke tujuan kedua kami, yaitu Curug Cimahi. Setelah mencari, kami akhirnya sampai di D’Cost (hehehe, makannya ini lagi, di Jakarta dan Depok juga banyaaakk :p).

Setelah makan, kami menuju Curug Cimahi. Ternyata kami kurang beruntung, sedang terjadi longsor di lokasi curug yang menjadi tujuan kami tersebut. Selanjutnya, kami berjalan cukup lama mencari dan bertanya kepada banyak orang lokasi curug lainnya. Akhinya, kami sampai di Curug Tilu. Saat kami datang, tidak terlihat penampakan curug, hanya arena permainan dan saung-saung tempat makan.







Kami langsung mencari  informasi apakah memang ada curug di daerah itu. Menurut orang yang kami tanya pada saat itu, memang ada curug yang bernama Curug Tilu. Kami mulai turun dan menyusuri lembah dan mulai menjauh dari lokasi tempat kami tiba. Semakin jauh kami berjalan, ternyata semakin sepi dan tidak ada orang lain selain kami. Dari awal, Ibnu dan Indah ragu-ragu untuk lanjut. Sebenarnya, wajar saja, karena kami seperti menyusuri dasar lembah, dan di samping kami mengalir sungai yang deras dan semakin lama perjalanan, medan yang kami lalui semakin sulit. Namun, kami lanjut terus, karena tujuan liburan kami memang bermain ke curug. Kami berjalan terus, melewati beberapa jembatan bambu yang licin dan kami terus sabar menanti penampakan curug yang kami cari.


Akhirnya kami menyerah, semakin sore, kabut pun turun. Jujur saja, saat itu suasana menjadi mencekam untuk saya. Saya membayangkan perkataan Ibnu ketika di awal perjalanan kami menyusuri dasar lembah, “bukan apa-apa, ini masalahnya dah sore, abis ujan lagi, gw cuma takut longsor”. Hahahaha, akhirnya kami semua sepakat untuk kembali ke tempat semula.

Kami pulang dengan perasaan kurang puas karena pada hari itu, kami gagal bermain di curug. Namun, kami tetap bahagia, setidaknya kami bisa menghabiskan waktu luang Sabtu itu untuk berbincang dan bercanda bersama selama perjalanan. Semoga lain kali kita bisa berkumpul lagi, kawan. (AK)

Kabut Angin dan Hujan di Lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango - Jawa Barat



18 Desember 2010
Dapat SMS masuk dari Cici yang sudah tiba di Anex jam 7 malam waktu itu. Akhirnya Deri, Taufan, dan saya bersiap berangkat dari kosan saya di daerah Plesiran. Saya janjian dengan Cici karena dia akan membeli jam tangan monol yang waktu itu saya jual, sedangkan setelah itu saya akan melanjutkan perjalanan menuju Cibodas dengan Deri dan Taufan karena kami akan melakukan pendakian menuju lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango. Lumayan dapet sangu dadakan.Hihi..

Malam minggu di Bandung tidak seperti malam-malam seperti biasanya, semua jalan macet, termasuk keluar pintu tol nya. Kami naik bus ekonomi jurusan Merak yang super duper sumpek. Beruntungnya kami dapat tempat duduk sisa J. Di luar dugaan ternyata supirnya ngebut setelah melewati tol padalarang, kami tiba di pertigaan Cibodas jam 12 malam. Kami menunggu kedatangan Singgih dari arah Puncak karena dia sendiri berangkat dari Jakarta. Jalur puncak ternyata padat terseok-seok kata Singgih. Akhirnya jam 2 subuh kami semua sudah berkumpul dan berangkat menuju warung Mang Idi di Cibodas.


19 Desember 2010
Saya pesan the anget karena sudah masuk angin karena kelamaan di luar sewaktu menunggu Singgih tiba. Deri dan Taufan menemui petugas yang dititipkan simaksi oleh teman kami seminggu sebelumnya sedangkan Singgih sibuk packing carrier nya. Tidak ada yang bisa tidur karena kondisi warung mang Idi saat itu sedang banyak tamu yang sedang asik bercanda dan main kartu. Setelah sholat subuh, kami kembali packing untuk sharing beban lalu memesan makanan untuk sarapan dan nasi bungkus untuk makan siang di jalan nanti.

Jam 6.30 pagi kami sudah berangkat menuju pos pendakian untuk melapor. Ba bi bu dengan petugas, cek barang bawaan, lalu kami jalan santai sambil ngobrol karena suasana pagi waktu itu begitu sepi dan dingin. Trek yang dilalui becek, batuan basah dan kadang malah seperti aliran sungai kecil karena bulan-bulan itu sering hujan. Kami sempatkan berfoto di danau biru dan rawa gayonggong. Langit waktu itu terlihat cerah sekali. 1 jam perjalanan, kami tiba di pos panyancangan,simpang antara pendakian gede-pangrango dengan curug cibeureum. Istirahat sejenak untuk mempersiapkan dengkul menghadapi trek berikutnya :p.

Setelah pos 1, jalan semakin menanjak dengan pasti dan kami pun sering istirahat :p. Banyak pohon tumbang dan trek yang berlumpur sedikit menghambat perjalanan kami. Jam 10an kami sampai di pos air panas. Di sini kami bertemu dengan pendaki-pendaki lain dan sempat mengobrol selagi istirahat mengisi tenaga dan usap-usap betis :p. Melewati air panas kali ini agak sulit, karena uap nya terlalu menutupi pandangan. Beruntungnya saya membawa trek pole yang juga membantu Deri karena kacamatanya ikut tertutup uap. 

Di kandang batu trek semakin curam apalagi setelah melewati air terjun. Fisik dihajar abis-abisan dari kandang batu menuju kandang badak. Taufan melaju sendirian di depan lalu disusul Deri, sedangkan saya ngos-ngosan dibelakang dengan Singgih yang sedang tidak fit kondisi nya. Jam 11.30 kami tiba di kandang badak, langsung cari spot enak untuk buka matras yang akan dipakai untuk istirahat, sholat, dan makan. Kami banyak menghabiskan waktu di kandang badak untuk mempersiapkan fisik menuju GPangrango. Kandang badak ini merupakan persimpangan antara jalur ke Gede dan Pangrango.

Jam 1 kami melanjutkan perjalanan menuju Pangrango. Taufan yang semula memanggul daypack akhirnya bertukar carrier dengan Singgih. Dari kandang badak, kami mengambil arah kanan. Trek awal yang dilalui berupa jalan setapak kecil menurun lalu mulai sedikit menanjak. Jalur berubah menjadi seperti sungai kecil karena sudah mulai gerimis-gerimis kecil. Semakin ke atas, jalur semakin terjal, sempit dan licin karena gerimis. Setelah 2 jam perjalanan, suara gemuruh di langit membuat kami sedikit fokus dari kelelahan, dan juga terasa sedikit gempa hampir 30 detik lamanya.  Selangkah demi selangkah kami paksakan, akhirnya kami sampai juga di tugu triangulasi Pangrango jam 4 sore yang berkabut, berangin, juga dengan gerimis kecil. Kami skip di puncak langsung meluncur ke lembah Mandalawangi untuk bangun camp. 

Sore itu hanya ada kami berempat di lembah Mandalawangi dengan suasana yang berkabut angin. Saya dan deri menyiapkan makan malam, sementara Singgih dan Taufan yang tadi mendirikan tenda dan merapihkan peralatan sedang tiduran menghangatkan di dalam tenda. Di saat kami berdua memasak makan malam, tiba-tiba terdengar suara teriakan wanita dari kejauhan. Dan setau saya, hanya kami yang berada di sana. Dengan wajah bertanya-tanya dan sedikit panik, akhirnya kami menutup pintu tenda dan kembali melanjutkan masak di dalam tenda. Setelah makan malam, kami tidur pulas sampe esok pagi meski dinginnya malam menembus sleeping bag.

20 Desember 2010

Di luar terdengar bunyi burung berkicauan. Hari sudah pagi namun suasana Mandalawangi waktu itu masih saja berkabut. Menu sarapan kali ini adalah sayur sop dan sarden. Selesai makan, kami bermalas-malasan karena udara masih sangat dingin di luar tenda. Kira-kira jam 9, kami beres-beres dan bersiap-siap untuk turun gunung. Cuaca tidak kunjung membaik dari kemarin. Jam 10 kami sudah meninggalkan Mandalawangi.
Perjalanan pulang memang lebih cepat dari waktu mendaki kemarin namun capek dan pegelnya sama saja. Trek yang kami lalui kemarin ternyata lebih parah sekarang, lebih licin dan becek karena hujan semalam. Perjalanan turun menjadi lebih berat lagi setelah melewati pos air panas hujan mengguyur kami sampai posko panyancangan. Di sini kami bertemu dengan tim SAR yang mencari pendaki yang hilang di Pangrango karena melewati jalur ilegal. Menurut info, salah seorang wanita dari tim pendaki tersebut sakit dan lainnya kelelahan. 

Kami sampai di posko jam 2 sore dan pamit dengan penjaganya. Setelah mandi dan beres-beres di warung mang idi, kami meluncur pulang dan berpisah dengan Singgih yang menuju Jakarta dengan bus Garut sedangkan kami harus ganti angkutan 2x lagi menuju Bandung. (AP)

Monday, May 09, 2011

Curug Cibeureum, Cibodas - Jawa Barat




23 Oktober 2010

Pada hari itu, Angga dan saya pergi ke Taman Nasional Gunung Gede – Pangrango. Awalnya, kami janjian untuk berangkat pukul 06.00, tapi apa boleh buat, kali itu Angga telat :p. Jadi, kami sampai Stasiun UI jam setengah 8. Kami menunggu kereta Pakuan Bogor yang langsung mengantar kami dari Stasiun UI sampai ke Stasiun Bogor. Sesampainya di Stasiun Bogor, kami naik angkutan umum menuju Terminal Bogor. Setelah itu, kami naik mobil carry berwarna putih. Di perjalanan itu, saya mual, karena penuh dengan penumpang dan supir mobilnya ngebut banged. Perjalanan di kendaraan belum selesai, setelah naik mobil berwarna putih itu, kami naik kendaraan umum lagi yang langsung mengantar kami ke Taman Nasional Gede Pangrango.

Sesampainya di sana, sebelum kami registrasi ke pihak pengawas taman nasional, saya memaksa Angga untuk singgah sejenak di salah satu warung untuk menyantap makanan favorit saya, Baso. :D Alhamdulillah, mual saya hilang. :D, kami mencari mushola untuk solat terlebih dahulu.

Di dalam hati, perasaan saya senaaang sekali, selain bisa jalan bersama Angga, juga karena seumur hidup saya belum pernah jalan-jalan ke kaki gunung untuk melihat air terjun. (Hehe.. ) Ya, air terjun Cibeureum adalah tujuan perjalanan kami hari itu. Di awal, saya merasa senang karena banyak kali-kali kecil mengalir di pinggir jalan saya. Dan kami berhenti sejenak di danau biru. Setelah melewati danau, saya mulai lelah, kalau kata Angga karena saya terlalu banyak bicara, jadi energi saya cepat habis.

Kami berhenti di HM 21. Kami minum dan makan snack yang sudah kami bawa. Setelah itu kami jalan lagi, Angga lebih banyak diam dan hanya menanggapi obrolan saya yang (mungkin) menurutnya harus dibalas. :D Perasaan saya makin senang karena di perjalanan saya benar-benar bisa merasakan alam yang damai sekali, suasana teduh, terdengar suara burung berkicauan, suara gerak-gerik hewan yang tidak terlihat oleh saya, gemericik air sungai. Semakin lama kami berjalan, semakin terdenger suara gemuruh air terjun tujuan kami.

Sebelum kami lurus terus, kami sempat berhenti di Pos penanjakan yang mengarah ke Gunung Pangrango. Dalam hati lagi saya berbicara, “Apa jadinya saya kalau sampai bisa naik ke puncak gunung, melihat alam yang masih berada di kaki gunung saja rasanya seperti lompat kegirangan”. Tapi saya bertekad suatu saat nanti saya akan kesana bersama Angga, tidak hanya puncak Gunung Gede dan Pangrango, tapi semoga puncak Gunung Semeru, Rinjani, Slamet dan lainnya masih bersedia untuk kami tapaki suatu saat nanti dan tentunya atas izin Tuhan (insaAllah).

Kembali lagi ke perjalanan kami, kami terus menyusuri jalan dan akhirnya kami sampai di HM 00 atau HM 28. Waw.. Untuk saya saat itu pengalaman yang luar biasa. Di dalam hati, “Subhanallah”. Rasanya saya ingin masuk ke bawah air terjun itu. Awalnya, saya kira, hanya 1 air terjun yang bisa saya lihat, ternyata ada dua. Keduanya terlihat manis, enak sekali untuk dinikmati. Sambil menikmati air terjun, kami pun menikmati bekal yang sudah kami siapkan untuk makan siang kami. Kami makan dengan menu seadanya, ayam, temped an telur balado. Saya pun makan mie instan kesayangan saya. 

Sekitar jam 3, kami memutuskan untuk turun. Sampai di bawah, kami menyempatkan melihat kaktus dan membelinya. Tidak lama setelah itu, hujan turun. Alhamdulillah, hujan turun ketika kami sudah siap untuk pulang. Kami pulang dengan kendaraan umum seperti pada saat kami berangkat.

Kurang lebih jam sembilan malam saya sampai di rumah dan Angga pun begitu. Kami senang hari itu kami mempunyai pengalaman baru bersama dan semoga suatu saat nanti dapat pergi ke tempat indah lainnya (insaAllah). (AK)

Friday, May 06, 2011

Wisata Air di P. Pramuka - P. Aer - P. Semak Daun, Kep. Seribu - DKI Jakarta


Jumat, 23 Juli 2010
Malam yang sedikit gerimis, dengan menenteng 2 tenda dan menggendong carrier mungil yang isinya si Butong, saya paksakan berangkat juga karena Ade pun sudah berangkat dari rumahnya menunggu saya di air mancur. Kami sepakat untuk ikut dengan mobil Thian esok hari menuju Muara Karang dan malam ini menginap di rumah Thian supaya ga ada yang terlambat.  Sekitar jam 11an, semua sudah berkumpul dengan Anggi sebagai pengelana yang terkahir datang. Setelah itu acara dilanjutkan dengan main kartu, para wanita sibuk di kamar bernarsis ria.


Sabtu, 24 Juli 2010
Jam 4 subuh, saya sudah dibangunkan Ade lalu cuci muka-gosok gigi dan tentunya minum segelas air putih :D. Setelah semua siap, kami berangkat menuju Muara Angke jam 5 kurang, dengan Ibnu sebagai pilot dan Thian sebagai co-pilot tentunya. Karena buta jalan daerah sana, akhirnya kami sedikit nyasar ke kantor ayahnya Thian untuk menitipkan mobil. Setelah proses nyasar, ayah ketemu anak, kantor polisi titip mobil, akhirnya kami berkumpul dengan rombongan di pasar ikan jam 6.30. Singgih pun tersenyum lega melihat kami datang sebagai ketua rombongan yang peduli pada anggotanya :p.


Setelah semua rombongan komplit, akhirnya kami memasuki dermaga dan menaiki kapal motor berkapasitas 200 orang menuju Pulau Pramuka.  Jam 7 kapal berangkat dengan dengungan mesinnya yg khas. Kondisi di dalam kapal tidak jauh berbeda dengan villa yang sedang dihuni ABG berwisata, banyak yang main kartu, bercanda-canda, dan ada juga yang tidur selonjoran meski pakaian yang dikenakan cukup minim :D. Beberapa teman kami, termasuk Ade, mengeluh pusing pertanda mabok laut dan akhirnya mereka pun tepar selama perjalanan. Jam 9.45, kapal tiba di pulau Pramuka, kami bergegas menuju warung Family untuk isi perut dan persiapan melakukan snorkeling.


Selesai makan, saya mengajak Ade keliling pulau dan melihat penangkaran penyu sisik. Sekitar jam 12an, kami bersiap berangkat menuju pulau Aer terlebih dahulu untuk latihan snorkeling. Ternyata udah pada jago, jadi kami lanjut ke lokasi 1. Cuaca sangat terik, membuat saya betah di air lama-lama meski karang yang terlihat sedikit. Setelah itu, kami berkunjung ke kafe Keramba melihat penangkaran hiu. Selesai foto-foto dengan butong dan memberi makan hiu-hiu yang kelaparan, kami bersiap menuju pulau Semak Daun.  Pulau yang hanya sebesar lapangan bola tersebut ditinggali seorang kakek, yang bertugas menjaga pulau. Kami memang berniat untuk menginap di pulau tersebut dengan mendirikan tenda di sisi barat pulau. Hamparan pasir putih dan air nya yg hijau kebiruan menambah daya tarik pulau tersebut. Setelah berburu sunset, saya mulai mempersiapkan makan malam yang hanya dengan mie rebus saja :p. Kami berdua makan di dermaga dan disusul dengan kawan lainnya.



Minggu, 25 Juli 2010
Jam 2 pagi, saya terbangun karena mendengar suara berisik di luar tenda. Ternyata masih ada mas Singgih yang belum bisa tidur katanya, akhirnya saya ikut temani sambil tiduran dengan matras. Namun, karena sudah sangat ngantuk, akhirnya saya tertidur di luar sampai subuh dan masuk angin :’(. Bangun jam 5 dan membuat sarapan, kami mencari tempat sarapan untuk melihat sunrise yang juga ga muncul-muncul karena langit mendung. Akhirnya kami hanya foto-foto dengan Butong di pantai. Selesai sarapan, kami beres-beres dan packing lagi karena hari ini akan snorkeling di lokasi 2 dan 3. Jam 7.30 kapal motor datang dan kami pun menuju lokasi snorkeling. Lokasi kali ini pemandangan bawah air nya lumayan bagus ketimbang yang pertama. Suasanya pun tak terlalu terik karena masih dibawah jam 10an. 

Kami tiba lagi di pulau Pramuka jam 11. Istirahat karena capek sekali, makan pun sampai nambah 2 piring, lalu mandi dan packing lagi karena kapal yang menuju muara angke berangkat jam 1 siang. Ternyata kapalnya telat, baru datang jam 1.30. kami tiba di muara angke jam 4 sore, dan berpisah dengan rombongan menuju rumah masing-masing. (AP)

Terima Kasih :
Tuhan YME
Orangtua
Singgih dan rombongan
JIPers 2006

Estimasi Biaya :
KRL AC s.d St. Kota = Rp 5.500
Bajaj St. Kota - Muara Angke = Rp 15.000
Tiket Kapal Angke-Pramuka PP = Rp 60.000/orang
Sewa Alat Snorkeling (snorkle, kacamata, life jacket, fin) = Rp 35.000/hari
Sewa kapal motor kecil = Rp 500.000/hari (nego)
Uang kebersihan di P. Semak Daun = Rp 50.000 s.d seikhlasnya