18 Desember 2010
Dapat SMS masuk dari Cici yang sudah tiba di Anex jam 7 malam waktu itu. Akhirnya Deri, Taufan, dan saya bersiap berangkat dari kosan saya di daerah Plesiran. Saya janjian dengan Cici karena dia akan membeli jam tangan monol yang waktu itu saya jual, sedangkan setelah itu saya akan melanjutkan perjalanan menuju Cibodas dengan Deri dan Taufan karena kami akan melakukan pendakian menuju lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango. Lumayan dapet sangu dadakan.Hihi..
Malam minggu di Bandung tidak seperti malam-malam seperti biasanya, semua jalan macet, termasuk keluar pintu tol nya. Kami naik bus ekonomi jurusan Merak yang super duper sumpek. Beruntungnya kami dapat tempat duduk sisa J. Di luar dugaan ternyata supirnya ngebut setelah melewati tol padalarang, kami tiba di pertigaan Cibodas jam 12 malam. Kami menunggu kedatangan Singgih dari arah Puncak karena dia sendiri berangkat dari Jakarta. Jalur puncak ternyata padat terseok-seok kata Singgih. Akhirnya jam 2 subuh kami semua sudah berkumpul dan berangkat menuju warung Mang Idi di Cibodas.
19 Desember 2010
Saya pesan the anget karena sudah masuk angin karena kelamaan di luar sewaktu menunggu Singgih tiba. Deri dan Taufan menemui petugas yang dititipkan simaksi oleh teman kami seminggu sebelumnya sedangkan Singgih sibuk packing carrier nya. Tidak ada yang bisa tidur karena kondisi warung mang Idi saat itu sedang banyak tamu yang sedang asik bercanda dan main kartu. Setelah sholat subuh, kami kembali packing untuk sharing beban lalu memesan makanan untuk sarapan dan nasi bungkus untuk makan siang di jalan nanti.
Jam 6.30 pagi kami sudah berangkat menuju pos pendakian untuk melapor. Ba bi bu dengan petugas, cek barang bawaan, lalu kami jalan santai sambil ngobrol karena suasana pagi waktu itu begitu sepi dan dingin. Trek yang dilalui becek, batuan basah dan kadang malah seperti aliran sungai kecil karena bulan-bulan itu sering hujan. Kami sempatkan berfoto di danau biru dan rawa gayonggong. Langit waktu itu terlihat cerah sekali. 1 jam perjalanan, kami tiba di pos panyancangan,simpang antara pendakian gede-pangrango dengan curug cibeureum. Istirahat sejenak untuk mempersiapkan dengkul menghadapi trek berikutnya :p.
Setelah pos 1, jalan semakin menanjak dengan pasti dan kami pun sering istirahat :p. Banyak pohon tumbang dan trek yang berlumpur sedikit menghambat perjalanan kami. Jam 10an kami sampai di pos air panas. Di sini kami bertemu dengan pendaki-pendaki lain dan sempat mengobrol selagi istirahat mengisi tenaga dan usap-usap betis :p. Melewati air panas kali ini agak sulit, karena uap nya terlalu menutupi pandangan. Beruntungnya saya membawa trek pole yang juga membantu Deri karena kacamatanya ikut tertutup uap.
Di kandang batu trek semakin curam apalagi setelah melewati air terjun. Fisik dihajar abis-abisan dari kandang batu menuju kandang badak. Taufan melaju sendirian di depan lalu disusul Deri, sedangkan saya ngos-ngosan dibelakang dengan Singgih yang sedang tidak fit kondisi nya. Jam 11.30 kami tiba di kandang badak, langsung cari spot enak untuk buka matras yang akan dipakai untuk istirahat, sholat, dan makan. Kami banyak menghabiskan waktu di kandang badak untuk mempersiapkan fisik menuju GPangrango. Kandang badak ini merupakan persimpangan antara jalur ke Gede dan Pangrango.
Jam 1 kami melanjutkan perjalanan menuju Pangrango. Taufan yang semula memanggul daypack akhirnya bertukar carrier dengan Singgih. Dari kandang badak, kami mengambil arah kanan. Trek awal yang dilalui berupa jalan setapak kecil menurun lalu mulai sedikit menanjak. Jalur berubah menjadi seperti sungai kecil karena sudah mulai gerimis-gerimis kecil. Semakin ke atas, jalur semakin terjal, sempit dan licin karena gerimis. Setelah 2 jam perjalanan, suara gemuruh di langit membuat kami sedikit fokus dari kelelahan, dan juga terasa sedikit gempa hampir 30 detik lamanya. Selangkah demi selangkah kami paksakan, akhirnya kami sampai juga di tugu triangulasi Pangrango jam 4 sore yang berkabut, berangin, juga dengan gerimis kecil. Kami skip di puncak langsung meluncur ke lembah Mandalawangi untuk bangun camp.
Sore itu hanya ada kami berempat di lembah Mandalawangi dengan suasana yang berkabut angin. Saya dan deri menyiapkan makan malam, sementara Singgih dan Taufan yang tadi mendirikan tenda dan merapihkan peralatan sedang tiduran menghangatkan di dalam tenda. Di saat kami berdua memasak makan malam, tiba-tiba terdengar suara teriakan wanita dari kejauhan. Dan setau saya, hanya kami yang berada di sana. Dengan wajah bertanya-tanya dan sedikit panik, akhirnya kami menutup pintu tenda dan kembali melanjutkan masak di dalam tenda. Setelah makan malam, kami tidur pulas sampe esok pagi meski dinginnya malam menembus sleeping bag.
20 Desember 2010
Di luar terdengar bunyi burung berkicauan. Hari sudah pagi namun suasana Mandalawangi waktu itu masih saja berkabut. Menu sarapan kali ini adalah sayur sop dan sarden. Selesai makan, kami bermalas-malasan karena udara masih sangat dingin di luar tenda. Kira-kira jam 9, kami beres-beres dan bersiap-siap untuk turun gunung. Cuaca tidak kunjung membaik dari kemarin. Jam 10 kami sudah meninggalkan Mandalawangi.
Perjalanan pulang memang lebih cepat dari waktu mendaki kemarin namun capek dan pegelnya sama saja. Trek yang kami lalui kemarin ternyata lebih parah sekarang, lebih licin dan becek karena hujan semalam. Perjalanan turun menjadi lebih berat lagi setelah melewati pos air panas hujan mengguyur kami sampai posko panyancangan. Di sini kami bertemu dengan tim SAR yang mencari pendaki yang hilang di Pangrango karena melewati jalur ilegal. Menurut info, salah seorang wanita dari tim pendaki tersebut sakit dan lainnya kelelahan.
Kami sampai di posko jam 2 sore dan pamit dengan penjaganya. Setelah mandi dan beres-beres di warung mang idi, kami meluncur pulang dan berpisah dengan Singgih yang menuju Jakarta dengan bus Garut sedangkan kami harus ganti angkutan 2x lagi menuju Bandung. (AP)
0 comments
Post a Comment