![]() |
Tegal Alun |
Tegal Panjang – Guberhut – Tegal Alun, 4 Juni 2011
Kombinasi tanaman dan perdu di jalur ini bisa dibilang lebih parah dari sebelumnya yang menuju Tegal Panjang. Track awal menanjak curam membuat nafas ngap-ngapan ditambah banyak pohon tumbang melintang cukup menguras tenaga saya. Setelah melipir jalur selama 2 jam, kami tiba dipercabangan antara jalur dari puncak gunung puntang/kiri menanjang dan ke arah guberhut/lurus melipir. Disini terdapat sungai kecil dan area yang cukup luas untuk banyak tenda. Kami istirahat sejenak dan seduh energen lagi karena energi sarapan sudah mulai habis.
Kami melanjutkan perjalanan lagi melipir terus menerus sampai akhirnya tercium bau belerang pertanda sudah memasuki area guberhut. Tanaman semakin jarang dan semakin banyak pohon mati dengan ranting-rantingnya yang mengganggung keril saya. Kami tiba di guberhut jam 1 siang, memandang takjub kawah Papandayan dan berfoto ria. Tak lama-lama di sana, kami melanjutkan perjalanan menuju Pondok Salada, karena target jam 4 sore harus sudah sampai Tegal Alun jika cuaca sedang baik. Setengah jam berselang kami tiba di Pondok Salada, senangnya hati kami melihat ada orang-orang di sekitar karena selama 2 hari ini belum melihat orang sama sekali,hehe..
![]() |
view dari Guberhut (menghadap ke timur), cocok untuk hunting sunrise |
Saya mengistirahatkan kaki sejenak, karena medan menuju Tegal Alun cukup menguras tenaga. Melihat cuaca sangat baik, kami melanjutkan perjalanan menyusuri jalur air di Pondok Salada menuju area hutan mati. Tidak ada kabut sama sekali waktu itu, beruntungnya kami karena jalur jadi terlihat jelas. Menanjak perlahan tapi pasti, nafas saya menjadi sesak karena kepulan asap dari kawah masih tercium menyengat di area ini. Selepas hutan mati, jalur semakin curam dan terpaksa pakai jurus spiderman alias pegangan akar pohon atau bebatuan.
![]() |
suasana hutan mati |
![]() |
Tanah kapur yang tererosi, bagian atas tiap "tiang kapur" ini terdapat batu kerikil :) |
Pesona alam yang disajikan di Tegal Alun bernuansa mirip dengan Tegal Panjang, tetapi di Tegal Alun penuh dengan Edelweiss yang sedang berbunga, dan rerumputan hijau berbentuk bola-bola lucu. Kami bertemu dengan 2 orang yang sedang foto-foto (sebut saja Mang Ujang dan Mas Jeff), dugaan kami mereka sedang mencari lokasi syuting, haha.
![]() |
Tegal Alun sedang berkabut |
Setelah bincang-bincang sejenak, mereka menunjukan camp mereka di ujung lembah dekat sungai. Benar saja dugaan saya, mendekati pukul 4 sore, perlahan kabut mulai turun dan membuat pandangan menjadi kabur. Nyaris sama semua, bahkan bukit dengan pohon-pohon mati pun tak nampak yang menjadi patokan kami. Setelah berputar-putar, Anwar dengan GPS nya masih mencari-cari di mana camp mereka. Lalu saya melihat ada kepulan asap dari bawah lembah, dan setelah di cek oleh ari ada seorang sedang tidur di byvak (sebut saja Pak Rahmat).
Kami akhirnya mendirikan flysheet sementara Anwar masih keliling mencari lokasi mendirikan tenda yang nyaman. Beberapa saat kemudian, mang Ujang dan mas Jeff datang. Anwar memberanikan diri berkenalan dan tentunya untuk minta saran di mana mendirikan tenda yang nyaman. Ternyata oh ternyata, mas Jeff ini anak Biologi ITB 2005 yang sedang penelitian di kawasan Papandayan untuk gelar S1 nya (jauh-jauh ke gununng, ternyata ada yang senasib juga sama saya ya,ckck) sementara mang Ujang menjadi guide yang sudah menjadi langganan mahasiswa ITB karena dedikasinya terhadap hutan Papandayan.
Kami disarankan mendirikan camp di belakang byvak mereka. Karena sudah sangat lemas, saya bermalas-malasan sambil mengidam-idamkan minuman segar. Ternyata pak Rahmat ini mendengar ucapan pelan saya, dia membuatkan saya teh manis hangat dan bakwan ternikmat se-Tegal Alun,haha..katanya itu bukan suatu kebetulan kami bertemu, tapi memang sudah ada yang mengatur. Rezeki teh manis & bakwan tadi itu dari Tuhan yang melalui pak Rahmat. Kami hanya bisa tertawa, karena mimik mukanya memang lucu sewaktu berbicara.
Ya, memang itulah rezeki kami. Di saat kami tidak berniat ke puncak Papandayan karena tidak tau jalur, mang Ujang bersedia mengantar kami pulang lewat jalur puncak. Di saat batre kamera kami low bat, mas Jeff dengan Canon 550D nya siap mengabadikan moment2 kami, dan di saat kami sudah bosan dengan air putih dan candaan lain, ada sosok pak Rahmat yang memenuhi semuanya bahkan beliau membawa bawang merah, cabe, dan bawang putih yang saya lupa bawa. Semakin nikmat perjalanan kali ini. Luar Biasa!
Suasana sangat riang sore itu, kami begitu cepat akrab bahkan sambil ejek-ejekan karena perbedaan peralatan masak ataupun masakan yang dibuat seperti spaghetti vs bubur kacang ijo. Bagi saya, baru kali ini melihat orang masak bubur kacang ijo di gunung karena boros bahan bakar, tapi sebaliknya baru kali ini juga mang Ujang makan spaghetti, di gunung pula, haha..
Tak berhenti juga pak Rahmat, mang Ujang, dan kami saling bercerita soal pengalaman atau cerita lain tak terasa juga sampai larut malam. Salut dengan cerita mang Ujang yang penasaran ingin menanam edelweiss di depan rumahnya tapi karena tak berkembang sempurna akhirnya beliau angkut lagi dengan potnya, ditanam kembali di Tegal Alun dan ternyata tumbuh sempurna, haha..Aneh, ketika pak Rahmat mulai bercerita soal pengalaman hidupnya di Korea Selatan selama 2 tahun bekerja, secara kebetulan juga Anwar baru pulang dari Korea Selatan untuk studi nya, ckck.. Berkali-kali pak Rahmat berkata banyak sesuatu yang janggal dari pertemuan kami, bahkan setelah kami semua tertidur pulas, Anwar sempat mendengar suara tangis pak Rahmat yang sedang solat malam itu. Tampaknya kami semua saat itu banyak dapat pelajaran soal kehidupan :-).
Tegal Alun – Puncak Papandayan – Garut – Bandung, 5 Juni 2011
Jam 5 pagi seperti biasa saya terbangun karena Ari dan Anwar sudah mulai beraktivitas entah aktivitas apa :p. Saya menyiapkan kompor, wajan, dan adonan untuk membuat kue ala kadarnya. Pagi itu kami seperti lomba memasak. Anwar dan Ari dengan telur kocok dan kwetiaw nya, sedangkan pak Rahmat dengan mendoan dan kentang gorengnya. Kami berempat sarapan duluan sedangkan mang Ujang mengantar mas Jeff yang sedang mengambil data terlebih dahulu sebelum pulang. Saya masih sibuk seruput teh manis buatan pak Rahmat yang masih saja membuatkannya untuk saya, hehe..
Pagi yang sempurna, ada kue, sarapan dengan kwetiaw dan tempe mendoan, ditutup dengan seruputan teh manis dan agar-agar rasa leci. Luar Biasa!
![]() |
Suasana pagi hari yang luar biasa di Tegal Alun |
Sambil menunggu mas Jeff kembali, kami mulai beberes dan packing untuk persiapan pulang via Puncak Papandayan. Jam 11 kami sudah mulai berjalan menyusuri lembah dan menanjak memasuki hutan mati di bukit timur. Jalur sangat rapat, 1 pohon tumbang menghalangi jalan diikuti teman-temannya membuat saya putus asa karena selalu saja mentok meski sudah merunduk :’(. Track awal melipir namun lama-lama menanjak pasti dan menanjak terjal. Akhirya jurus spiderman dikeluarkan lagi. Sekitar pukul 1 siang, kami sudah di puncak Papandayan, dan saya makin takjub saja. Dari atas sini, semua area Papandayan nampak keliatan : Pondok Salada, kawah, Danau vulkanik, Tegal Alun, bahkan jalur guberhut – Tegal Panjang serta desa Cibutarua terlihat samar. Sempat kaget juga ternyata selama 3 hari ini jauh juga ya perjalanan kami, o_O..
![]() |
view Tegal Panjang dilihat dari trek menuju Puncak |
![]() |
Kawah dan danau vulkanik diliat dari Puncak |
Ambil kenang-kenangan berupa foto, kami melanjutkan perjalanan yang kembali menanjak perlahat lalu tiba-tiba track berubah drastic berupa turunan tajam tak berbelas kasihan. Variasi turunan yang membuat saya putus asa : turun lurus tajam, turun bertangga-tangga, bahkan ada yang hampir 85 derajat kemiringan tanpa ada akar untuk berpegangan, ampun dah. Satu setengah jam kami turun ngesot pake kaki kadang pakai pantat juga, sampailah di sungai belerang. Menyusuri semak belukar, dan melewati 1 sungai belerang lagi, tibalah kami di mushola parkiran.
Kami semua tiba selamat sampai parkiran tanpa kekurang satu apapun, dengan membawa masing-masing cerita dan pengalaman hidup untuk diceritakan pada kerabat ataupun untuk renungan diri sendiri. Tapi saya masih mengganjal dengan perkataan pak Rahmat sebelum berpisah ke desa Cisurupan, hehe..biar menjadi misteri saja :p. (AP)
![]() |
Parkiran, gerbang utama Papandayan dari desa Cisurupan,Garut |
1. Tuham YME
2. Orang rumah
3. Rekan perjalanan, Anwar untuk navigasi GPS nya juga Ari yang untuk dokumentasi foto-fotonya, maap lain kali gw ga lupa bawa kamera :P juga Jeff, mang Ujang, pak Rachmat.
4. Rekan OANC untuk informasinya
===============================
Tarif elf Tegal Lega – Pengalengan = Rp 12 000 (mulai beroperasi dari jam 3 subuh sampai jam 8 malam)
Angkot Pengalengan – Cibutarua = antara 10 000 – 20 000 tergantung nego
Angkot term. Guntur – Cisurupan = Rp 6000
Pick up parkiran – Cisurupan = Rp 6000/orang minimal 5 orang
Ojeg parkiran – Cisurupan = Rp 15 000
Pesan penulis:
1. Leave no trace.
2. Camp di Tegal Panjang disarankan di bawah pohon besar sebelum sungai kecil yang berjembatan balok kayu.
3. Camp di Tegal Alun tidak disarankan karena masih banyak edelweiss yang sedang berkembang, dan sering tertutup kabut yang menyulitkan pandangan juga masih banyak satwa liar (macan dan babi hutan).
*.) Kata "Luar Biasa" yang sering penulis kutip merupakan kata-kata yang sering terucap oleh Pak Rachmat :P.
Penampakan Track GPS, thanks to Anwar :
0 comments
Post a Comment